Gerakan Dari Kantin Balaikota Depok dan Pengaruhnya Terhadap Ekonomi Nasional



DEPOK - Setiap pemerintah daerah memiliki corak kebijakan sendiri. Begitupun dengan Kota Depok yang mencanangkan gerakan One Day No Rice sejak September 2011. Wali Kota Nur Mahmudi Isma’il mengajak warganya mulai membiasakan mengonsumsi makanan selain nasi. Mana bisa?

Karena tidak ada landasan hukum yang bersifat mengikat, Nur Mahmudi membuka panggung percontohan di Balaikota Kota Depok. Semua penjual makanan di Balaikota dilarang menjual makanan berbasis bahan baku beras setiap Selasa. Pedagang mengganti nasi dengan kentang, singkong, dan umbi-umbian yang diolah.

Ketika program One Day No Rice (ODNR) dilontarkan, yang dituai hanya cibiran dari berbagai kalangan. Mereka menilai gerakan itu ibarat menegakkan benang basah. Saat itu, pemilik warung makan, warga biasa, dan akademisi mengaku belum membutuhkan program tersebut.

Mereka menilai, masih banyak urusan lain yang lebih perlu diselesaikan di Depok ketimbang sibuk mengurusi program ODNR.

Pengajar kebijakan publik Universitas Indonesia, Andrinof Chaniago, berpandangan, gerakan itu harus dikaji lebih dalam karena tidak bisa berjalan secara masif. ”Melarang penjual di lingkungan kantor pemerintah sangat kecil dampaknya. Kebijakan ini terkesan memaksakan,” ujar Andrinof saat program pertama kali dicanangkan.

Mengkhawatirkan

Menanggapi cibiran itu, Nur Mahmudi berpendapat, ada program pokok dan program pilihan. Dia sadar banyak hal yang harus dikerjakan untuk melayani warganya.

”Program wajib tetap kami kejar, sementara gerakan ini masuk salah satu dari 26 program unggulan Depok,” kata Nur.

Gerakan diversifikasi harus dimulai di tengah cibiran banyak orang. Jika tidak, dampaknya bisa mengkhawatirkan jika melihat data konsumsi pangan nasional. Persoalan pangan bisa berpotensi memiskinkan rakyat karena dari data terlihat jelas bahwa makanan yang paling banyak dikonsumsi rakyat saat ini tidak ekonomis, tidak sehat, dan harus di impor.

Dahulu orang Indonesia mengenal banyak ragam makanan selain nasi, seperti olahan ubi kayu, jagung, dan sagu. Dari tahun 1954 hingga 2010-an, ketergantungan makanan dari beras dan terigu semakin besar.

Orang semakin tidak mengenal jenis bahan makanan selain dari beras dan terigu. Konsumsi beras secara nasional mencapai 63 persen dari seluruh bahan makanan yang dikonsumsi tahun 2012. Pemerintah harus mengimpor beras dari negara lain.

”Perlu perubahan mind set (cara pandang) dan intervensi pemerintah. Saya baru ingin mengubah mind set lebih dahulu dengan cara melakukan pendekatan ke seluruh elemen masyarakat,” kata Nur.

Upaya yang dilakukan adalah memperluas gerakan ODNR dari kantor Balaikota Depok ke kantor kelurahan dan kecamatan. Setiap Selasa, pejabat lurah dan camat membiasakan makanan non-nasi. Berikutnya gerakan kampanye ODNR diperluas ke seluruh di Depok.

”Harapan saya, orangtua juga mulai mengenalkan makanan non-nasi kepada anaknya sebagai makanan sehat,” katanya.

Nur Mahmudi bersama tokoh masyarakat lain membentuk organisasi Indonesia Sehat Sejahtera (ISS) sebagai wadah pendekatan. Tujuannya menghindari sekat formalitas serta mendekatkan jarak antara birokrat dan rakyat dalam kampanye diversifikasi pangan.

ISS kemudian memediasi kerja sama bisnis antara produsen bahan makanan non-nasi dan konsumen di Depok. ISS mendatangkan mi mokaf (gaplek) dari Gunung Kidul serta beras jagung dari Temanggung dan Magelang. Bahan makanan ini untuk memenuhi kebutuhan pengusaha rumah makan dan kalangan usaha.

”Tidak ada dana APBD yang kami pakai, ini murni gerakan bersama. Bahan makanan yang kami datangkan juga bukan untuk bisnis, melainkan untuk memediasi produsen dan konsumen,” kata Nur.

Penghematan

Dari program ODNR ini, kata Nur, warga Depok bisa membantu Bulog menghemat konsumsi beras sekitar 22 juta ton per tahun. Konsumsi beras di Depok sebelumnya (tahun 2011) sebanyak 264 gram per kapita per hari. Setelah gerakan ini digulirkan, konsumsi beras menjadi 254 gram per kapita per hari pada 2012. Artinya, ada penurunan 3,79 persen konsumsi beras. Angka penurunan ini melebihi target nasional yang ditentukan sebesar 1,5 per tahun.

Dampak positif berikutnya adalah skor Pola Pangan Harapan dari 93,7 tahun 2011 menjadi 94,7 setelah gerakan ODNR dilakukan sesuai angka Badan Pusat Statistik tahun 2012. Secara ekonomi, masakan non-nasi lebih irit. Selain itu, bahan baku makanan non-nasi juga mudah diperoleh di Indonesia.

Pencapaian ini membawa Nur Mahmudi meraih penghargaan sebagai Wali Kota Teladan dalam gerakan Diversifikasi Pangan Tahun 2013 yang diberikan Presiden RI di Padang, Sumatera Barat, Kamis (31/10). Penghargaan serupa diberikan kepada Wali Kota Payakumbuh, Wali Kota Kendari, Bupati Wonogiri, dan Bupati Maluku Tenggara.

Kamis, 14 November, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menetapkan Depok sebagai salah satu Kota Sehat dari 94 kota/kabupaten di Indonesia. Kota ini dinilai bisa memenuhi sarana dan prasarana kesehatan masyarakat yang sehat dan mandiri.

”Jika seluruh pemerintah daerah menerapkan gerakan ini, dampak secara nasional akan lebih terasa. Terjadi perputaran ekonomi yang luar biasa. Yang lebih penting, membiasakan masyarakat mengonsumsi pangan secara cerdas,” kata peraih gelar PhD bidang Food Science and Technology dari Texas A & M University, Amerika Serikat itu.(Andy riza hidayat/Banu Astono/KOMPAS)



*Sumber: Kompas Cetak, Senin, 18 November 2013 Hal. 27
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Posting Komentar